Perpustakaan Umum Berbasis Komunitas

Beberapa bulan yang lalu, penulis selama 2 minggu berada di Pekanbaru ibukota propinsi Riau untuk suatu urusan. Satu hal yang menarik buat penulis waktu itu, di beberapa koran lokal sedang terjadi polemik seputar relokasi Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Riau (selanjutnya disebut PUADR) setempat.

Polemik berawal dari kepindahan DPRD Riau dari gedung lama ke gedung baru. Gedung lama kemudian dijadikan tempat baru bagi PUADR. Yang menarik, lokasi baru ditengah kota ternyata mampu meningkatkan jumlah kunjungan pemakai perpustakaan menjadi 300%. Sebuah peningkatan yang cukup signifikan mengingat peningkatan itu terjadi hanya karena lokasi yang lebih strategis. Penulis yakin, peningkatan jumlah pengunjung bisa lebih tinggi lagi bila dibarengi dengan pengembangan koleksi dan layanan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan komunitas pemakai PUADR.

Foto ini untuk Pelengkap artikel , pada artikel asli tidak terdapat foto

Masalah kemudian muncul ketika Bank Pembangunan Daerah (BPD) setempat, melalui Pemda, juga ingin menempati gedung DPRD lama tersebut. Dibanyak surat kabar lokal, polemik tergambar dengan terbentuknya dua kubu, yaitu pro PUADR dan pro Pemda. Yang pro PUADR kebanyakan para budayawan, pendidik serta akademisi. Sedangkan yang pro Pemda kebanyakan petinggi Pemda atau pejabat pemerintah setempat. Yang pro PUADR berargumentasi pentingnya pengembangan minat baca dan pengembangan sumberdaya manusia melalui perpustakaan umum. Yang pro Pemda berargumen perlunya BPD sebagai bank lokal menempati lokasi yang prestisius di tengah kota.

Sampai penulis kembali ke Jakarta, polemik masih berlangsung dan solusi yang terbaik masih terus dicari. Ada yang mengusulkan PUADR untuk pindah ke gedung lain, ada juga yang mengusulkan PUADR dan BPD berbagi tempat di gedung yang sama. Bagi penulis, apapun solusi yang diambil, sebaiknya Pemda Riau sebagai pihak yang punya otoritas harus betul-betul cermat dan cerdas menghitung semua untung dan ruginya bila ingin memindahkan PUADR dari gedung DPRD lama.

Di banyak negara maju, Perpustakaan Umum mempunyai peran sangat strategis dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Di Amerika Serikat dan Inggris misalnya, Perpustakaan Umum muncul dari inisiatif komunitas yang merasa perlu adanya sebuah perpustakaan umum untuk proses pembelajaran bersama. Kemudian baru didukung oleh pemerintah setelah didesak oleh komunitas yang menginginkan adanya dukungan pemerintah dalam bentuk alokasi dana dan tersedianya perangkat hukum (bottom-up approach).

Ini berbeda dengan kondisi Indonesia, dimana pendirian sebuah Perpustakaan Umum biasanya didorong oleh pemerintah yang kemudian “memaksakan” perpustakaannya kepada komunitas pemakai tanpa memperhatikan secara serius kebutuhan komunitas tersebut (top-down approach). Karenanya tidak heran dibanyak daerah di Indonesia, rata-rata Perpustakaan Umumnya sepi pengunjung dan koleksinya pun sangat menjemukan.

Belajar dari pengalaman pendirian Perpustakaan Umum di negara maju, terdapat beberapa hal yang patut kita amati mengenai fungsi-fungsi strategis perpustakaan umum dalam menigkatkan taraf hidup masyarakat.

Pertama, fungsi Perpustakaan Umum sebagai tempat pembelajaran seumur hidup (life-long learning). Perpustakaan Umumlah tempat dimana semua lapisan masyarakat dari segala umur, dari balita sampai usia lanjut bisa terus belajar tanpa dibatasi usia dan ruang-ruang kelas. Banyak program pemerintah, seperti pemberantasan buta huruf dan wajib belajar, yang penulis rasa akan jauh lebih berhasil seandainya terintegrasi dengan Perpustakaan Umum. Bila di sekolah orang diajar agar tidak buta huruf dan memahami apa yang dibaca. Maka di Perpustakaan Umum, orang diajak untuk terbuka wawasannya, mampu berpikir kritis, mampu mencermati berbagai masalah bersama dan kemudian bersama-sama dengan anggota komunitas yang lain mencarikan solusinya. Tugas Perpustakaan Umum membangun lingkungan pembelajaran (learning environment) dimana anggota komunitas pemakainya termotivasi untuk terus belajar dan terdorong untuk berbagi pengetahuan. Dalam konsep manajemen modern, hal ini disebut dengan Knowledge Management.

Kedua, fungsi Perpustakaan Umum sebagai katalisator perubahan budaya. Perubahan perilaku masyarakat pada hakikatnya adalah perubahan budaya masyarakat. Perpustakaan Umum merupakan tempat strategis untuk mempromosikan segala perilaku yang meningkatkan produktifitas masyarakat. Individu komunitas yang berpengetahuan akan membentuk kelompok komunitas berpengatahuan. Perubahan pada tingkat individu akan membawa perubahan pada tingkat masyarakat. Komunitas yang berbudaya adalah komunitas yang berpengetahuan dan produktif. Komunitas yang produktif mampu melakukan perubahan dan meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik.

Ketiga, fungsi Perpustakaan Umum sebagai agen perubahan sosial. Idealnya, Perpustakaan Umum adalah tempat dimana segala lapisan masyarakat bisa bertemu dan berdiskusi tanpa dibatasi prasangka agama, ras, kepangkatan, strata, kesukuan, golongan, dan lain-lain. Perpustakaan Umum sangat strategis dijadikan tempat anggota komunitas berkumpul dan mendiskusikan beragam masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Disini, perpustakaan tidak hanya menyediakan ruang baca, tetapi juga menyediakan ruang publik bagi komunitasnya untuk melepas unek-uneknya dan kemudian berdiskusi bersama-sama mencari solusi yang terbaik. Tugas pustakawanlah untuk mendokumentasikan semua pengetahuan publik yang dihasilkan dan menyebarluaskan ke anggota komunitas yang lain. Seorang pustakawan dituntut tidak hanya mampu mengolah informasi, tetapi juga harus punya kepekaan sosial yang tinggi dan skill berkomunikasi yang baik.

Keempat, fungsi Perpustakaan Umum sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Dari semua pengetahuan komunitas yang didokumentasikan di Perpustakaan Umum, fungsi perpustakaan berikutnya adalah melakukan kemas ulang informasi, kemudian memberikan kepada para pengambil keputusan sebagai masukan dari masyarakat. Dengan begini masyarakat akan punya posisi tawar yang lebih baik dalam memberikan masukan-masukan dalam pengambilan kebijakan publik.

Dari beberapa argumentasi diatas, maka pantas bila Pemda Riau serius mencarikan solusi yang terbaik bagi semua pihak. Jangan sampai salah langkah dan merugikan pengembangan produktifitas dan masyarakat Riau pada umumnya. Rhenald Kasali dalam tulisannya berjudul ”Social Capital, Trust dan Entrepreneurship: suatu pendekatan ekonomi mikro untuk mencapai a balanced society” mengutip pernyataan Michael porter yang mengatakan:

”Sebuah bangsa yang maju selalu dimulai dengan produktifitas. Buruh yang produktif, pabrik yang produktif dan dunia usaha yang produktif. Negara maju bukan dimulai dengan upah murah, subsidi atau keberpihakan emosional pada perilaku-perilaku tidak disiplin dan tindakan tidak produktif, melainkan pada kesejahteraan berbasis sikap-sikap positif, pendidikan dan moral kerja tinggi.”

Semua ini bisa dicapai dengan efektif dan efisien, salah satunya melalui Perpustakaan Umum yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan komunitas pemakainya. Perpustakaan Umum yang ideal, tidak hanya meningkatkan produktifitas dan taraf hidup masyarakat tetapi juga menjadikan komunitas pemakainya orang-orang yang kritis, berwawasan luas, dan tanggap terhadap segala problem sosial yang ada. Wallahu’alam.

¶ Tulisan ini diposting ulang tanpa perubahan tanpa penyuntingan teks , teks asli diarsipkan dari Blog Multiply Pak Hendro Wicaksono , Arsip Multiply diakses pada 25 Oktober 2016
¶ Sumber Foto https://mobile.facebook.com/photo.php?fbid=10154309756769538 diakses pada 3 Oktober 2018